Revoluzine Blogger

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Maulydia Taysa Novella

Maulydia Taysa Novella

Mengenai Saya

Maulydia Tasya Novella lahir pada 1994, di kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. saya dibesarkan oleh kedua orang tua, ibunda saya Helmy Hartati yang merupakan seorang perawat di Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh. Ayahanda saya Mahfuz, seorang wiraswasta. mereka adalah pahlawan yang sangat berjasa. saya adalah satu dari sekian banyak blogger Indonesia yang menggunakan blog sebagai wahana pembelajaran online dan memberikan beberapa materi yang terdapat di blog saya untuk dapat digunakan oleh orang lain dengan segala manfaatnya. Maulydia Tasya Novella merupakan seorang siswi MIN Banda Aceh yang meneruskan pendidikannya ke MTsN Banda Aceh dan sekarang di SMA Fatih Tengku Nyak Arief Banda Aceh.. insya Allah saya akan meneruskan pendidikan saya ke Fakultas Kedokteran UGM. amin.

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Entri Populer

PERANAN PANCASILA DI ERA REFORMASI

Sebagai Dasar Negara Dan Idiologi Nasional
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.
· Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Sejak kelahirannya (1 Juni 1945) Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische groundslag). Hal ini, dapat diketahui pada saat Soekarno diminta ketua Dokuritsu zyunbi Tyoosakai untuk berbicara di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945, menegaskan bahwa beliau akan memaparkan dasar negara merdeka, sesuai dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno, pembicaraan-pembicaraan terdahulu belum menyampaikan dasar Indonesia Merdeka. Bahkan Soekarno menyatakan :

Maaf, beribu maaf ! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah bahasa Belanda “philosofische groundslag” dari pada Indonesia merdeka. Philosofische groundslag itulah pundamen, filsafat, pemikiran yang sedalam-dalamnya untuk diaasnya didirikan gedung Indoensia Merdeka yang kekal dan abadi (sekretariat negara, 1995 : 63)

Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa Philosofische Groundslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia, tidak lain adalah Waltanschauung. Bahkan Soekarno lebih menegaskan lagi Waltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah persatuan philosofische graoundslag. Untuk itu Soekarno menegaskan sebagai berikut :

Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya : apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saya Indonesia Merdeka, tetapi hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan yang kaya, untuk memberi pada satu golongan bangsawan ? Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu ! Baik saudara –saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendidikan suatu negara “semua buat semua” Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semau buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di salam saya punya jiwa, bukan saja didalam beberapa hari didalam sidang Dokuritsu zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1981, 25 tahun lebih, ialah : dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan”. (sekretariat negara, 1995 : 71)

Paparan berikut Soekarno menyatakan filosofische principe yang kedua adalah internasionalisme. Pada saat menegaskan pengertian internasionalisme, Soekarno menyatakan bahwa internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak adanya kebangsaan, bahkan beliau menegaskan : “Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar didalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. “Seraya mengutip ucapan Gandhi, beliau menegaskan my nasionalisme is humanity. Pada saat menjelaskan prinsip dasar ketiga, Soekarno menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara “Semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu”, oleh karenanya saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Demikian berikutnya untuk prinsip dasar yang keempat Soekarno mengusulkan prinsip kesejahteraan ialah prinsip tidak akan ada kemiskinan didalam Indonesia merdeka. Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan itu, Soekarno menjelaskan :

Prinsip ketuhanan ! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan yang menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad saw, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan !

Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu ? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Tepuk tangan sebagai hadirin). Nabi Muhammad saw telah memberi bukti yang cukup tentang verdragzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdragzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima daripada negara kita ialah ketuhanan yang berkebudayaan. Ke-Tuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ke-Tuhanan yang hormat menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa ! Disinilah, dalam pengakuan asas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan engara kita akan ber-Tuhan pula ! (sekretariat negara, 1995 : 81)

Prinsip-prinsip filsafati yang jelas oleh Soekarno tersebut diatas merupakan dasar negara. Berbicara tentang nama dasar negara, Soekarno menyatakan sebagai berikut :

Saudara-saudara ! “Dasar-dasar negara “ telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar, saya senang kepada simbolik. Kita mempunyai Panca Indra. Apalagi yang lima bilangannya ? (Seorang yang hadir : pandawa lima). Pandawa limapun orangnya, sekarang banyak prinsip : kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ke-Tuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila, sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.” (Sekretariat Negara 1995 : 81)

Prinsip-prinsip filsafati Pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan sebagai dasar negara (philosofische grondslag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian diberi status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
· Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Generasi Soekarno – Hatta telah mampu menunjukkan keluasan dan kedalaman wawasannya, dan dengan ketajaman intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-gagasan vital sebagaimana dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integratif. Oleh karena itu para tokoh menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang 1945 merupakan sebuah dokumen kemanusiaan yang terbesar dalam sejarah kontemporer setelah American Declaration of Independent 1976. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris sempurna, dengan nilai-nilai luhur yang bersifat universal, oleh karenanya Pancasila merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959 – 1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 – sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.

1. 1945 – 1968 merupakan tahap politis dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.

2. 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme.

3. 1995 – 2020 merupakan repositioning Pancasila. karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya yaitu :

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”

Idealitasnya bahwa idelisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari esok yang lebih baik.

Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mendeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Reposisi Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah untuk mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila harus disertai penegakkan (supremasi) hukum.
· Peranan Pancasila Di Era Reformasi

1. Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila.

2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang sosial politik

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :

- Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

- Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan ;

- Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan ;

- Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab ;

- Tidak dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.

3. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang ekonomi

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.

4. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.

5. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang hankam

Dengan berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.

6. Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan

Dengan memasukai kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukan adanya suatu academic community yang akan dalam hidup kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.

Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ; yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengemabgnan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya.

Sumber :http://www.harypr.com/

Facebook Twitter RSS