Revoluzine Blogger

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Maulydia Taysa Novella

Maulydia Taysa Novella

Mengenai Saya

Maulydia Tasya Novella lahir pada 1994, di kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. saya dibesarkan oleh kedua orang tua, ibunda saya Helmy Hartati yang merupakan seorang perawat di Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh. Ayahanda saya Mahfuz, seorang wiraswasta. mereka adalah pahlawan yang sangat berjasa. saya adalah satu dari sekian banyak blogger Indonesia yang menggunakan blog sebagai wahana pembelajaran online dan memberikan beberapa materi yang terdapat di blog saya untuk dapat digunakan oleh orang lain dengan segala manfaatnya. Maulydia Tasya Novella merupakan seorang siswi MIN Banda Aceh yang meneruskan pendidikannya ke MTsN Banda Aceh dan sekarang di SMA Fatih Tengku Nyak Arief Banda Aceh.. insya Allah saya akan meneruskan pendidikan saya ke Fakultas Kedokteran UGM. amin.

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Entri Populer

Peran Pancasila Membentuk Kader Bangsa

Terdapat hubungan yang tidak bisa dipisahkan bahkan dikatakan mutlak harus ada antara Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan Kader Bangsa, jika menginginkan “kelanggengan’ sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) sebagaimana Proklamasi 17 Agustus 1945. Bagi bangsa Indonesia, Proklamasi bukan sekedar pernyataan merdeka (proclamation), tetapi sekaligus merupakan sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan rangkaian kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan Deklarasi Kemerdekaan berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang sehari setelah Proklamasi dengan disahkannya, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pada 18 Agustus 1945 yang berintikan : Hasrat dan alasan mengapa harus merdeka dan Landasan dan tujuan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak banyak yang memahami bahwa Proklamasi 17-8-1945 selain melahirkan kemerdekaan, juga menghidupkan kembali Kepribadian Bangsa dalam arti seluas-luasnya yaitu kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, dan kepribadian budaya.

Semua yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 merupakan alasan (raison d’etre) keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan roh kemerdekaan, roh peradaban, roh yang menghidupkan bangsa Indonesia, roh yang menuntun NKRI dalam mengisi kemerdekaannya. Ringkasnya Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dasar negara yaitu Pancasila, maka hal tersebut bermakna bahwa Pancasila tidak bisa dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan Pancasila adalah ruh kemerdekaan. Tentu menjadi satu pertanyaan besar bahwa gaung Pancasila, nampaknya semakin redup, semakin tidak terdengar lagi semangat untuk melaksanakan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi mereka yang memahami Pancasila sebagai ideologi negara, bangsa dan masyarakat, maka kejadian tersebut bukan masalah yang sederhana, karena dapat mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pejuang dan perintis kemerdekaan. Perlu diingat bahwa Pancasila selalu ditonjolkan bahwa Pancasila merupakan hogere optrekking (pengangkatan yang lebih tinggi) dari Declaration of Indpendence dan Manifesto Komunis. Kemudian dengan berani menyuarakannya (tidak lain adalah Deklarasi Kemerdekaan Indonesia atau Pembukaaan UUD 1945) dimuka Sidang Umum PBB tanggal 30 September 1960 To build The World A New, satu tatanan Dunia Baru yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial.

Pancasila dan Deklarasi Kemerdekaan

Pancasila termuat dalam Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan raison d’etre yang lainnya sebagai landasan untuk menjelaskan bahwa kelahiran Negara Republik Indonesia adalah memiliki : Azas yang menyatakan sikap bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa… penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena itu pengambil alihan Timor Timur justeru setelah Proklamasi tidak memiliki dasar dan bertentangan dengan azas Indonesia Merdeka. Visi yang diletakkan adalah Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur. Dari visi ini, rakyat kebanyakan melihat Merdeka hanyalah upacara yang meperingati setahun sekali, atau bisa berbuat apa saja menurut pemahaman dan pengukurannya sendiri-sendiri, seperti terlihat pada pelaksanaan demokrasi sebagi akibat eforia reformasi selama beberapa tahun terakhir. Bersatu telah bergeser ke arah yang makin kecil dan sempit, dari negara dan bangsa, menjadi aliran kelompok, etnis, bahkan golongan dan lapisan tertentu. Berdaulat yang membutuhkan sikap dan perjuangan yang menjunjung harkat dan martabat, jatuh ke arah penghambaan kepada Hedonisme, Nepotisme dan perbudakan modern. Adil dan Makmur masih berada pada tataran wacana yang sulit dimengerti, apalagi dijangkau oleh rakyat. Kepemimpinan (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) cenderung menjadi sekumpulan elite dengan sikap arogansi yang berlebihan dan keserakahan yang tidak berujung.

Misi yang harus diemban oleh Pemerintah adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial. Inilah yang sebenar-benar amanah, bukan yang berasal dari partai ataupun bahan dari kampanye sewaktu pemilihan Legislatif ataupun Eksekutif. Artinya jika bahan kampanye tidak mencerminkan amanah seperti pada Pembukaan UUD 1945, maka bukanlah amanah yang mencerminkan suasana kebatinan bangsa Indnesia. Amanah tersebut merupakan tolok ukur bagi kemampuan kebijaksanaan dan pelaksanaan kerja Pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi lainnya (legislatif dan yudikatif). Pancasila sebagai Dasar Negara kurang dipahami bahwa Pancasila berfungsi sebagai meja statis (bahwa Pancasila menampung dan menjadi wadah semua elemen bangsa/unsur/golongan) dan leitstar dinamis. (bahwa Pancasila sebagai ideoogi negara menjadi tuntunan dan arah perjuangan rakyat, bangsa dan negara Indonesia)

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai konsep Geo-Politik.

Dari Sabang sampai Merauke bukanlah satu rangkaian kata atau kalimat ilmu bumi (geografi) atau geographical entity, tetapi merupakan national entity, suatu kesatuan kebangsaan dan satu kesatuan kenegaraan (state entity). Artinya bahwa Negara Republik Indonesia bukanlah sekedar konsep geografis, tetapi lebih kepada pernyataan kebangsaan dalam ikatan kesatuan negara. Bahwa dalam kerangka geografis satuan-satuan kepulauan memberi warna bahwa Negara Indonesia adalah islands country. Satuan-satuan etnik baik yang berada dalam satu pulau atau di beberapa pulau mencerminkan bahwa Negara Indonesia merupakan negara dengan multi etniq/rasis dengan agama dan kepercyaan masing-masing yang merupakan kekayaan nasional (national entity). Oleh karena amanah yang diyakini sebagai kebenaran dan yang telah diperjuangkan sejak sebelum kemerekaan, maka walaupun kekuatan bersenjata pada saat itu merupakan kekuatan militer yang disegani di Asia, tetapi Timor Timur wilayah yang selebar daun kelor tidak diganggu gugat, walaupun dari sudut amanah yang lain merupakan “duri” dari sudut hak untuk tidak dijajah.

Dalam kaitannya dengan Pancasila, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ideological entity yang mencerminkan social consciousness of man. Multi etnis dan multi religi yang dianut oleh penduduk/rakyat Indonesia memiliki keinginan untuk hidup dalam kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan sebagaimana tuntutan manusia dalam kehidupan baik secara individu maupun sebagai mahluk sosial. Artinya bahwa kehidupan penduduk/ rakyat Indonesia bersesuaian dengan tuntutan kemanusiaan yang bersifat universal. Inilah hakekat sebenarnya yang jauh lebih luas dari sekedar hak azasi manusia yang “cenderung” berkonotasi individual/kelompok.

Pancasila dalam konteks Pemikiran Soekarno

Pancasila tidak bisa dipisahkan dari sejarah kelahirannya yang dibawakan oleh seorang Soekarno, salah seorang Proklamator. Walau pernah “dipinggirkan” sebagai penemu Pancasila, tetapi sejarah “telah mengembalikan” kehormatan kepada yang berhak yaitu Soekarno sebagai penggali Pancasila. Upaya untuk mengkerdilkan Soekarno tidak berhenti sampai kepada persoalan siapa penggali dan penemu Pancasila, karena masalahnya bukan berhenti kepada Pancasila, tetapi keterkaitan yang cukup jauh dengan prinsip-prinsip dan pemikiran perjuangan yang dikembangkan oleh seorang Soekarno dalam meletakkan dasar-dasar perjuangan bangsa Indonesia yang terputus akibat peristiwa pada 1 Oktober 1965 yang proses politik dan hukumnya termasuk sejarah masih diperdebatkan sampai saat ini.

Untuk tidak tenggelam di masa lampau dan tidak sekedar berangan-angan bagi masa depan, maka memahami pemikiran seorang Soekarno menjadi tanggung jawab kita, agar apa yang dihadapi saat ini sebagai tantangan diubah sebagai peluang untuk memulai jejak dan langkah yang lebih pasti menghadapi masa depan Indonesia agar lebih baik. Keyakinan ini dilandasi bahwa proses pemikiran Soekarno bukan saja benar, tetapi memiliki daya jangkau dan visi yang sampai saat ini dirasakan kebenarannya. Pada kesempatan lain akan disajikan beberapa kutipan pemikiran yang diucapkan dalam berbagai kesempatan, betapa tajamnya analisis yang disampaikan (dan tidak dipahami dan dimengerti pada zamannya). Kali ini akan dicoba memahami hal-hal mendasar tentang dasar-dasar pemikiran Soekarno sebagai bekal bagi mereka yang ingin menyebut dirinya sebagai kader bangsa. Memahami alur pikiran Soekarno merupakan pra-syarat untuk memahami hasil pemikirannya seperti Pancasila karena :

* Sumbernya adalah Social Conscience of Man, tuntutan budi nurani manusia dan kemanusiaan;
* Konvergensi dari:

*
o Thinking berupa :

*
o
+ Progressif (bersikap lebih maju/baik dari sebelumnya);
+ radikal (mennyelesaikan sebab yang bersifat causa prima);
+ revolusioner (secara cepat, dalam istilah sekarang efektif dan efisien);

*
o Sensing dari hal-hal empiris dengan :

*
o
+ Dialektis adalah dengan mencoba menjawab masalah yang dihadapi
+ Sintetic – inductive dan Analitic-deductive yang merupakan metode berpikir reflective
+ Historis – visioner yaitu dengan merefleksikan hal yang telah ada dan melihat ke depan, jadi bersifat lintas waktu;

*
o Feeling yang intuitif:

*
o
+ Mengamati secara lintas persoalan;
+ Terpadu dengan melihat prioritas persoalan;
+ Konsistensi dan koheren terhadap seluruh persoalan;

*
o Believing (Keyakinan) :

*
o
+ Illahiyah (keyakinan kepada Yang Maha Kuasa)
+ Kemanusiaan ;
+ Korespondensi; Dialog dan Interaksi;
* Situasi dan Kondisi bangsa Indonesia (pada waktu itu) tertindas oleh sistem feodalisme, kapitalisme, kolonialisme, imperialisme dengan kondisi yang pluralistik, geo-politik yang strategis, sumber daya alam yang kaya dan beragam;
* Untuk apa pemikiran Sukarno dilahirkan :

*
o Melenyapkan penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa;
o Ideologi perjuangan bagi rakyat Indonesia;
o Dasar Filsafat Negara dan Filsafat Kehidupan Rakyat Indonesia
* Kesejahteraan kehidupan bagi rakyat Indonesia;
o Dasar pendidikan politik Rakyat Indonesia.

Terlalu banyak dan begitu besar apa yang ditinggalkan oleh para founding fathers Republik Indonesia, terutama seorang Soekarno dengan Pancasilanya. Peninggalan tersebut telah menyebabkan berbagai tantangan yang harus dihadapi diantaranya adalah :

* Lunturnya jiwa dan semangat dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
* Pancasila hanya dipahami secara tekstual, tetapi tidak kontekstual;
* Dipahami hanya sebagai warisan leluhur, tidak sebagai ideologi progressif;
* Banyak yang kehilangan kesadaran kolektif dan kritis, sehingga kehilangan sensibilitas interpretatif.

Berbagai catatan sejarah telah memutus hubungan dengan pemikiran para founding fathers, oleh karena itu Sebagai bagian paling akhir adalah memperingatkan kepada para kader dan calon kader bangsa bahwa pertarungan ideologi dunia belum berakhir. Secara kritis dapat dilihat perubahan-perubahan taktis dari pertempuran-pertempuran tersebut. Kita wajib mewaspadai dan melakukan proses pembelajaran yang terus menerus dengan melakukan pemberontakan terhadap diri sendiri agar tidak ketinggalan secara visioner.

Sumber : http://www.harypr.com/

Facebook Twitter RSS