Revoluzine Blogger

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Maulydia Taysa Novella

Maulydia Taysa Novella

Mengenai Saya

Maulydia Tasya Novella lahir pada 1994, di kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. saya dibesarkan oleh kedua orang tua, ibunda saya Helmy Hartati yang merupakan seorang perawat di Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh. Ayahanda saya Mahfuz, seorang wiraswasta. mereka adalah pahlawan yang sangat berjasa. saya adalah satu dari sekian banyak blogger Indonesia yang menggunakan blog sebagai wahana pembelajaran online dan memberikan beberapa materi yang terdapat di blog saya untuk dapat digunakan oleh orang lain dengan segala manfaatnya. Maulydia Tasya Novella merupakan seorang siswi MIN Banda Aceh yang meneruskan pendidikannya ke MTsN Banda Aceh dan sekarang di SMA Fatih Tengku Nyak Arief Banda Aceh.. insya Allah saya akan meneruskan pendidikan saya ke Fakultas Kedokteran UGM. amin.

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Entri Populer

Evolusi : Bukan sekedar masalah percaya dan tidak percaya

"Jangan cuman ngikut-ngikut !"

Seorang ilmuwan sering dihadapkan pada keyakinan (keimanan) dengan keyakinannya tentang gejala alam yang diamatinya. Salah satu yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah Geologist yang percaya teori evolusi juga percaya bahwa manusia merupakan hasil evolusi juga ?

Pak Koesoemadinata (RPK), seorang professor Geologi dari ITB memberikan sedikit perenungannya dibawah ini. Apakah geologist yg percaya teori evolusi berarti tidak percaya tuhan ?

Evolusi : Masalah percaya dan tidak percaya
(Prof Koesoemadinata)

dituliskan dari obrolan di Mailist IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia)

Masalah percaya dan tidak percayanya mengenai Theori Evolusi saya ingin mencuplik dari Pendahuluan kuliah yang saya berikan untuk mahasiswa S3, yaitu “Falsafah Ilmu Kebumian”

Masalah ini sangat mengusik pada geoscientist kita yang juga taat beragama, mana yang benar, dan bagaimana seorang yang berkeyakinan beragama menghadapi theori ini. Pengertian kebenaran sendiri adalah merupakan masalah falsafah tersendiri, apa sebenarnya yang disebut ‘kebenaran’ itu?

Dalam agama Islam (sebagaimana tertera dalam Al Quar’an) kita mengenal sebagai 3 tingkatan kebenaran: Ainal Yaqin (keyakinan benar karena kita dapat melihatnya, atau mengamati-nya /secara empiris), Ilmal Yaqin keyakinan (benar) karena didasarkan ilmu yang kita geluti, yaitu berdasarkan pengamatan dan penalaran logika, ‘akal’), dan Haqqul Yaqin, kebeneran haqiqi, atau kebenaran absolut atau ‘the ultimate truth’ Ini adalah penafsiran saya atas ayat Alqur’an , mungkin ulama yang lain menafsirkannya lain.

Prof. Dr RP Koesoemadinata

Dalam science yang bersifat empiris yang kita geluti, masalahnya bukan kita itu percaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori evolusi, tetapi apakah kita itu bisa menerima (accept) tidak suatu teori itu sebagai sesuatu yang logis/ masuk akal dan sesuai dengan apa yang kita amati (fosil2, batuan dsb). Dalam science sesuatu itu dianggap ada kalau sesuatu itu dapat kita amati dengan 5 pancaindera kita ini, tidak termasuk indra ke-6. Dengan demikian ruh, jin, bahkan Tuhan pun di ‘anggap’ tidak ada karena tidak dapat diamati dengan ke-5 panca indera kita (bukan berari seorang scientist tidak boleh percaya Tuhan, boleh saja, tetapi itulah salah satu rule of the game-nya, kita tidak bisa menjelaskan terjadinya gejala alam dengan keberadaan kekuatan supernatural misalnya yang tidak bisa kita amati). Tujuan science adalah menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan manusia. Misalnya apakah teori evolusi itu dapat menjelaskan keanekaragaman machluk hidup dan adanya deretan fosil-fosil yang diketemukan dalam urut2an lapisan batuan di kerak bumi kita ini secara logika, atau masuk akalkah teori ini.

Science tidak mengharuskan kita untuk mempercayainya, tetapi dapat menerimanya sebagai sesuatu yang logis. Selain itu tujuan science itu adalah melakukan prediksi (atau untuk geologi: post diction), atau bermaanfaat atau dapat digunakan. Misalnya saya kira evolusi itu sesuatu yang masuk akal dan dapat digunakan untuk penentuan umur, korelasi dengan menggunakan fosil foram, misalnya. Para scientist juga sadar bahwa ‘kebenaran’ dalam science itu bersifat sesaat atau relative, karena science itu maju terus, berkembang terus. Hal ini terutama sangat kentara dalam geosciences, khususnya paleontologi. Di ketemukannya saja 1 butir fossil saja dapat menumbangkan suatu teori, dan muncul teori baru. Hal ini juga sama dalam ilmu fisika, maupun kimia, apalagi astrofisika dan astronomi. Bahkan seorang ahli science philosophy Karl Popper mengatakan semua teori apapun akhirnya akan tumbang, dan diganti dengan teori yang lain, yang lebih maju.

Jadi dalam hal science, teori evolusi, yang penting adalah bukan soal percaya atau tidak, tetapi apakah kita dapat menerimanya sebagai penjelasan yang logis dan masuk akal dan sesuai dengan pengamatan kita. ”Geloven doe je in de kerk” orang Belanda bilang (masalah percaya adalah masalah dalam gereja). Agama itu didasarkan atas kepercayaan atau lebih tepat lagi iman atas wahyu illahi yang diturunkan pada para nabi dan dituliskan pada kitab suci, mengenai keberadaan malaikat, ruh, setan dan tentunya Tuhan tidak perlu logis atau keberadaannya didasarkan atas pengamatan ke-5 pancaindera kita ini. Kebenaran agama kita yakini karena iman, dan kita tidak bisa menilainya secara scientific. Science itu berdasarkan pengamatan dan pemikiran manusia, dan tidak perlu dinilai secara religious/spiritual.

Apakah ini dualisme/ kontrakdiksi dalam alam pikiran? Saya tidak merasa demikian. Kita bekerja dalam science sesuai dengan kaidah dan aturannya dan menerima kesimpulannya sesuai dengan logika dan pengamatan. Sama saja kalau dengan kita main sepak bola, kalau terjadi goal yang kontroversial, kita kan tidak menunggu adanya fatwa MUI yang mencari ayat Alquar’an dan Haditz yang mengharamkan atau mensyahkan goal tersebut, tetapi kita menilainya keputusan wasit sesuai dengan peraturan sepakbola yang dikeluarkan FIFA. Sekularisme? Mungkin. Tetapi saya hidup cukup tenang dan tenteram dan hidup dalam keseimbangan sebagai seorang geoscientist yang beragama.

sumber:http://rovicky.wordpress.com

Facebook Twitter RSS